Beranda | Artikel
Kata Umar: Mengabaikan Shalat, Jadinya Urusan Lain Lebih Terabaikan
Jumat, 22 Januari 2021

Ini nasihat berharga bagi yang sering mengabaikan shalat, termasuk juga shalat berjamaah di masjid.

Ingatlah Nasihat Umar

Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu pernah menuliskan surat ke berbagai daerah kekuasaan beliau, isinya adalah,

إِنَّ مِنْ أَهَمِّ أُمُوْرِكُمْ عِنْدِي الصَّلاَةُ, فَمَنْ حَفِظَهَا حَفِظَ دِيْنَهُ , وَمَنْ ضَيَّعَهَا فَهُوَ لِمَنْ سِوَاهَا أَضْيَعُ , وَلاَ حَظَّ فِي الإِسْلاَمِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ

Sesungguhnya perkara paling penting menurut penilaianku adalah shalat. Siapa saja yang menjaga shalat, maka ia telah menjaga agamanya. Siapa saja yang melalaikan shalat, maka untuk perkara lainnya ia lebih mengabaikan. Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” (Ash-Shalah wa Hukmu Taarikihaa, hlm. 12).

Lihatlah kata Umar bin Al-Khatthab bahwa perkara penting yang mesti diperhatikan oleh setiap muslim adalah shalat. Jika muslim memperhatikan shalat, ia berarti memperhatikan agamanya dengan baik. Namun, jika ia sudah meremehkan atau mengabaikan shalat, untuk perkara lainnya pasti akan lebih terabaikan. Umar pun mengingatkan dalam suratnya bahwa seorang disebut muslim kalau bisa menjaga shalat lima waktu dengan baik.

 

Shalat Berjamaah untuk Pria dan Wanita

Kaum pria sendiri diperintahkan untuk melakukan shalat secara berjamaah. Sedangkan kaum wanita, menurut ulama Syafiiyah dan Hambali disunnahkan bagi mendirikan jamaah, tetapi terpisah dari kaum pria, baik ketika itu diimami oleh pria ataukah wanita karena ada perbuatan dari Aisyah dan Ummu Salamah. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 27:167.

Baca juga: 27 Derajat dalam Shalat Berjamah

 

Berbagai Pendapat Ulama Mengenai Hukum Shalat Berjamaah

  1. Ulama Hanafiyah dalam pendapat ashah dan ulama Malikiyyah, juga menjadi pendapat ulama Syafiiyyah, shalat berjamaah untuk shalat wajib itu sunnah muakkad untuk pria.
  2. Ulama Syafiiyah dalam pendapat ashah (pendapat ulama Syafiiyah yang paling kuat), hukum shalat berjamaah adalah fardhu kifayah. Pendapat ini juga menjadi pendapat sebagian fuqaha Hanafiyah.
  3. Ulama Hambali menyatakan bahwa hukum shalat berjamaah itu wajib ‘ain, tetapi bukanlah termasuk syarat sah shalat. Pendapat ini juga menjadi pendapat dari sebagian ulama Hanafiyah dan sebagian ulama Syafiiyah. Sedangkan Ibnu ‘Aqilah dari ulama Hambali menyatakan bahwa shalat berjamaah itu wajib dan termasuk syarat sah shalat.

Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 27:165-166.

Baca juga: Shalat Berjamaah Dihukumi Wajib ‘Ain

 

Paling Aman Tetap Menjaga Shalat Berjamaah bagi Pria

Yang jelas, orang buta saja masih disuruh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjamaah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan seorang lelaki yang buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya keringanan tersebut. Namun, ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya,

هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ؟

‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab,

نَعَمْ

‘Ya.’

Beliau bersabda,

فَأجِبْ

Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’ (HR. Muslim, no. 503)

Dari Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

يَا رَسُولَ اللهِ ، إنَّ المَدينَةَ كَثِيْرَةُ الهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ . فَقَالَ رَسُول اللهِ – صلى الله عليه وسلم – : (( تَسْمَعُ حَيَّ عَلَى الصَّلاةِ حَيَّ عَلَى الفَلاحِ ، فَحَيَّهلاً

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya di Madinah banyak terdapat singa dan binatang buas.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah engkau mendengar hayya ‘alash shalah, hayya ‘alal falah? Maka penuhilah.’” (HR. Abu Daud, no. 553; An-Nasa’i, no. 852. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih). Hayyahalaa dalam hadits maksudnya adalah penuhilah. Hayyahalaa adalah bentuk isim fi’il amr. Kalimat ini menunjukkan perintah wajibnya.

Baca juga: Buta Saja Disuruh Berjamaah di Masjid

 

Taruhlah kita memilih pendapat sebagian ulama yang mengatakan sunnah muakkad sebagai pendapat paling ringan dalam hukum shalat berjamaah. Ingatlah, bukan berarti shalat berjamaah itu ditinggalkan begitu saja dengan mudah tanpa ada uzur. Imam Syafii rahimahullah mengingatkan,

وَ أَمَّا الجَمَاعَةُ فَلاَ أُرَخِّصُ فِي تَرْكِهَا إِلَّا مِنْ عُذْرٍ

“Adapun shalat berjamaah, aku tidaklah memberikan keringanan untuk meninggalkannya kecuali jika ada uzur.” (Ash-Shalah wa Hukmu Taarikihaa, hlm. 107).

Apa saja uzur dalam shalat berjamaah sehingga boleh tidak berjamaah di masjid? Nantikan dalam tulisan lanjutan, insya Allah.

Semoga Allah memberikan manfaat.

 

Baca juga:

 

Referensi:

  1. Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait.
  2. Ash-Shalah wa Hukmu Taarikihaa. Cetakan pertama, Tahun 1426 H. Syamsuddin Abu ‘Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Qayyim Al-Jauziyah (Ibnu Qayyim). Penerbit Dar Al-Imam Ahmad.

Diselesaikan pada Jumat sore, 9 Jumadal Akhirah 1442 H, 22 Januari 2021 di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumasyho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/26600-kata-umar-mengabaikan-shalat-jadinya-urusan-lain-lebih-terabaikan.html